Rabu, 19 Februari 2014

Seberapa Profesionalkah Kita?

Posted by Unknown On 01.55 No comments


PNS selalu diidentikan dengan ketidakprofesionalan. Setujukah anda? Semoga tidak.

Setiap kali membaca atau mendengar kata ’profesionalisme’, saya selalu teringat Lisa. Dia adalah rekan kerja saya selama menjadi housekeeper di Bently. Usianya sekitar 45 tahun, migran dari Thailand dan telah menetap di Canberra selama lebih dari 15 tahun. Kebanyakan kawan-kawan saya tidak terlalu menyukainya. Memang, saya akui dia paling suka menyombongkan diri, bercerita tentang kekayaan-kekayaannya, kecantikannya dimasa muda, keahliannya sebagai cleaner dan yang paling tidak kami sukai adalah ke-rese’annya yang suka liat orang lain susah, dalam arti suka menjatuhkan dan mencela rekan kerja dihadapan supervisor. Pendeknya, dia ingin dianggap sebagai pegawai yang paling handal diantara kami.

Saya sendiri tidak terlalu mempermasalahkan dan tidak terlalu dibuat pusing atas segala kelakuannya. Bagi saya, Lisa adalah sosok yang unik, dimana darinya saya bisa belajar banyak hal. Dia pun merasa cukup dekat dan senang bergaul dengan saya. Mungkin karena saya selalu menanggapi cerita-ceritanya yang selangit meskipun saya tidak yakin apakah itu betul atau tidak. Setiap kali kami satu grup, saya selalu berusaha menggali apa saja dari Lisa, menanyakan masakan, Thailand, aktivitasnya, gaya hidupnya, keluarganya dll. Setidaknya aktivitas ini bisa melatih speaking saya, meskipun  saya tau kalau keseringan ngobrol dengan Lisa bahasa Inggris saya bisa hancur juga. Bahasa Inggrisnya memang sangat lancar dan gaul sekali tapi kalau masalah grammar.. kacau.

Selain bekerja sebagai housekeeper di Bently Lisa dan suaminya juga mengelola usaha cleaning service. Menurutnya, mereka selalu kewalahan melayani order-order. Dia juga selalu membandingkan penghasilannya di tempat kerja kami dengan penghasilan saat dia melayani order-order. Kalau sudah begini, dia mulai lebih banyak mengeluh. Menurutnya, bekerja 3 jam melayani orderannya sama dengan kerja seharian di tempat kami.

Dalam hal bersih membersihkan, saya akui dia memang jago. Makanya, Lisa selalu mengatakan ”I’m a professional cleaner”. Pada dasarnya, semua staff dan supervisor juga mengakui kebersihan hasil kerjanya. Dalam urusan membersihkan dapur, misalnya, debu-debu atau small rubish dibelakang kulkas pun tidak ditemukan. Begitu pula kamar mandi, cairan khusus penghilang mould dipastikan tak pernah ketinggalan. Alhasil, kamar-kamar yang di tangani terjaga kebersihannya dan tidak pernah ada komplain dari tamu.

Yang menjadi masalah, sebagian dari kami menganggap bahwa bekerja dengan Lisa berarti bekerja lebih berat karena lebih banyak yang harus dikerjakan dan pulang lebih lambat. Sementara kebanyakan dari kami adalah students, yang lebih memprioritaskan kuliah dan memandang bekerja sebagai housekeeper adalah hanyalah kerja sambilan, bukan profesi utama. Para students ini, termasuk saya dan istri students, hampir dipastikan tidak pernah menjalani pekerjaan sebagai cleaner. Bahkan sebagian besar students2 yang bukan penerima beasiswa, mereka berasal dari keluarga kelas atas. Kaya saja tidaklah cukup untuk tinggal dan membiayai kuliah di negeri kangguru ini. Bisa dibayangkan, untuk 2 tahun saja Pemerintah Australia mengeluarkan biaya sekitar AUD 100.000 atau sekitar 800juta dengan kurs saat ini untuk membiayai kuliah dan biaya hidup saya selama disana. Kalau bukan berasal dari keluarga yang kaya sekali tidaklah mungkin bisa kuliah dan tinggal di Australia, khususnya Canberra dimana biaya hidup paling tinggi dibanding di kota-kota lain. Jelas, para students yang merogoh kocek sendiri untuk biaya kuliah ini pastilah terbiasa hidup enak di negerinya. Selepas kuliah, mereka juga tidak akan menjadi cleaner. Mereka akan mencari pekerjaan yang sesuai bidangnya dan mendapat penghasilan yang lebih tinggi.

Makanya setiap kali Lisa mengatakan ”I am a professional cleaner”, atau pun saat dia mengomentari hasil pekerjaan kami yang dianggap kurang bersih, banyak yang tidak terima. Ada yang cenderung merendahkan dan menganggap bahwa itulah yang bisa dibanggakan dari Lisa karena dia juga tidak mengenyam pendidikan tinggi seperti kami.


Saya fikir, kalimat yang ”I am a professional cleaner” justru mempunyai makna yang dalam yang bisa diambil hikmahnya. Ya, Lisa memang seorang cleaner, dan dia menyadari bahwa profesinya adalah cleaner. Yang lebih penting lagi, Lisa bekerja secara professional. Di negeri ini, betapa banyak professional, namun sudahkah para professional itu bekerja secara professional? Termasuk saya sendiri, profesi saya adalah seorang government auditor. Tapi sepertinya saya juga belum sepenuhnya bekerja secara professional. Terkadang, saya masih bekerja secara asal-asalan, berprinsip minimalis dalam memberikan kontribusi keilmuan dan profesi. Teramat banyak PNS yang berpendidikan tinggi yang tidak bekerja secara profesional. Seandainya, para profesional kita semua bekerja secara professional…

0 komentar:

Posting Komentar

Site search